MAKALAH DARI:
Firman Abdul Wafi
Febi Ainun Najib Safi’I
Muhammad Musa Akbar
Firman Abdul Wafi
Febi Ainun Najib Safi’I
Muhammad Musa Akbar
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata ritel berasal
dari bahasa Prancis, ritellier, yang berarti
memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan
barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi
dan bukan penggunaan bisnis(Christina Whidya Utami, 2008). Ritel juga
merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan
nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk
penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga.
Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan
cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang
mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel
modern yang baru. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel
untuk mengubah paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma
pengelolaan ritel modern.
Pengelolaan ritel modern tentunya membutuhkan
infrastuktur yang memadai terutama kebutuhan teknologi tinggi. Teknologi tinggi
ini memungkinkan ritel membangun sistem informasi canggih yang mendukung
pengelolaan sistem persediaan yang lebih efisien sehingga manajemen ritel mampu
menyediakan berbagai produk makanan dan minuman yang selalu segar. Teknologi
juga memudahkan pelayanan, pemrosesan, serta pengantaran layanan yang lebih
cepat. Teliti dan memuaskan pelanggan.
Oleh karena itu pembahasan dalam karya tulis ini
membahas lebih dalam tentang perilaku konsumen. Bagaimana keinginan mereka dan
apa saja yang membuat mereka melakukan keputusan pembelian khususnya di usaha
ritel. Pembeli adalah fokus utama dalam bisnis ritel, dan perlu mempelajari dan
mengetahui bagaimana sikap dan perilaku konsumen/pelanggan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, dapat diketahui beberapa rumusan masalah,
sebagai berikut:
1.2.1
Tren Belanja dalam Masyarakat
1.2.2
Keuntungan dan Kelemahan Bisnis Ritel
1.2.3
Faktor-faktor yang Mendorong Majunya Toko
Eceran
1.2.4
Pengenalan Karakter Manusia Secara Umum
1.2.5
Mengapa Mempelajari Perilaku Konsumen
1.2.6
Pendekatan Perilaku Konsumen Sebagai Disiplin
Ilmu
1.2.7
Pembelajaran Konsumen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tren
Belanja dalam Masyarakat
Perilaku
konsumen sekedar mengenai pembelian barang. Lebih dari itu, perilaku konsumen
adalah suatu hal yang dinamis, yang mencakup suatu hubungan interaktif antara
efektif dan kognitif, perilaku dan lingkungan (Sopiah,2008)
Konsumen
mungkin sekali membeli secara impulsif, dan tidak hanya dipengaruhi oleh keluarga
dan teman-teman, oleh berbagai pemasang iklan dan model peran, tetapi juga oleh
suasana hati, keadaan dan emosi (Schiffman dan Kanuk.2008)
Menurut
dua pendapat diatas bahwasanya perilaku konsumen itu terkesan tidak bisa
menjadi suatu kejadian yang tetap dan terus menerus. Akan tetapi hal itu akan
terus berubah akibat dari penawaran menarik yang diberikan produsen, bahkan
dari minat dan keinginan dari konsumen yang bersangkutan.
Konsumen
saat ini menjadi Raja yang harus dilayani setiap kebutuhannya oleh para
penjual/produsen. Keinginan masyarakat dapat berubah begitu cepat tanpa
memandang waktu dan keadaan. Maka dari itu para penjual/produsen harus
melakukan inovasi yang sesuai dengan tren masyarakat atau bahkan membuat tren
itu sendiri.
Menurut Peter
dan Olson, khusus dalam pembelian ritel terdapat pola perilaku tertentu pada
konsumen, pola perilaku terbagi atas 7 kategori. Pola perilaku tersebut bisa
berubah urutannya. Pola perilaku tersebut digambarkan sebagai berikut.
Consumption
stage
|
Type
of behavior
|
Example
of behavior
|
Perilaku sebelum pembelian
|
Information
contact
|
Membaca koran, majalah
Mendengarkan siaran radio
Mendengarkan dan melihat TV
-Mendengar dari sales dan
teman.
|
Funds
access
|
Mengambil
uang dari bank atau ATM.
Menggunakan
credit card.
Menggunakan
pinjaman dari bank.
|
|
Perilaku
pembelian
|
Store
contact
|
Mencari
lokasi belanja.
Pergi
menuju lokasi.
Masuk
ke lokasi belanja.
Mencari
produk di dalam toko.
|
Product
contact
|
Menemukan produk yang
dicari.
Membawa produk ke kasir.
|
|
Transaction
|
Pembayaran dengan uang yang
tersedia.
Membawa produk ke lokasi
pembayaran .
|
|
Consumption
|
Menggunakan produk.
Membuang sisa produk.
Pembelian ulang.
|
|
communication
|
Memberi informasi kepada
orang lain mengenai produk.
Mengisi kartu garansi.
Memberikan info lainnya
pada retailer.
|
Tabel 2.1 : perilaku
konsumen dalam melakukan pembelian produk dari dua tahap.
1.
Perilaku
sebelum Pembelian (Pre-Purchase)
Pada tahap sebelum pembelian, ada 2 tahapan perilaku konsumen,yaitu : a)
konsumen mencari sebanyak-banyaknya dengan membaca Koran, majalah, buletin dll.
Mendengarkan siaran radio melihat TV, mencari informasi dari teman, orang tua,
pramuniaga dll. b) perilaku pada tahap kedua, konsumen berusaha mendapatkan
uang : mengambi uang tunai d bank, mengambil uang di ATM, meminjam temen,
menggunakan kartu kredit atau kartu debit bank tertentu.
2.
Perilaku
Pembelian (purchase)
Ada lima tahap perilaku
konsumen, yaitu:
a. Store contact
Pada tahap ini,
konsumen memilih lokasi belanja yang dirasa cocok, mendatangi toko yang dirasa
cocok, memasuki toko, dan memilih produk yang dicari.
b. Product contact
Pada tahap ini,
konsumen memilih dan menemukan produk yang dicari, lali membawa kekasir untuk
melakukan pembayaran.
c. Transaction
Tahap ini konsumen
membayar barang yang telah dipilih di kasir dan membawa produk untuk dikonsumsi.
d. Consumption
Pada tahap ini,
konsumen menggunakan produk, membuang sisanya jika ada, dan melakukan pembelian
ulang jika konsumen merasa puas
e. Communication
Di tahap terakhir ini, kkonsumen memmberikan
informasi tentang produk baru kepada orang lain; mengisi kartu garansi (kalau
ada) dan memberikan informasi tentang harga, produk, pelayanan, dan lain-lain
kepada peritel.
1.
Citra
toko
Citra
toko bsa dianalisis dari dua sudut pandang. Yaitu internal impression dan
external impression.
a) Internal
impression meliputi citra toko secara
fisik; wujud fisik gedungnya, layout, interior, eksterior, etalase, toilet,
penempatan barang.
b) External
impression meliputi reputasi pemilik toko, kinerja manajemen dan karyawan.
2.
Atmosfer
toko
Atmosfer
toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata, telinga,
hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit) dan lidah (untuk rasa).
Interiordan
eksterior toko dengan desain dan penggunaan warna yang serasi.
Penggunaan
wangi-wangian yang cocok bisa dirasakan pengunjung sebagai atmosfer yang
menyenangkan. Pengunjung toko akan merasa betah berada dalam toko.
Konsumen
lebih menyukai toko yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pengunjung
toko untuk tidak sekedar melihat barang yang ada ditoko dengan begitu, konsumen
akan merasa lebih puas.
Konsumen
akan lebih puas jika diberi kesempatan untuk mencicipi atau diizinkan mencoba
pakaian sebelum membeli.
3.
Teater toko
Teater
toko bisa dianalisis dari dua sisi, yaitu tema dekor (décor theme) dan event
toko (store event)
Interior
toko maupun eksterior toko sebaiknya didesain sedemikian rupa sehingga memiliki
tema yang jelas, yang disesuaikan dengan peristiwa (moment) tertentu.
2.2 Keuntungan dan Kelemahan Bisnis
Ritel
1.
Keuntungan
Bisnis Ritel
Beberapa keuntungan daril
bisnis/usaha ritel adalah:
a) Modal
yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar.
b) Pedagang-pedagang
eceran kecil menganggap bahwa pendapatannya dari usaha tersebut merupakan
pendapatan tambahan atau kadang-kadang hanya iseng atau mengisi waktu luang.
c) Tempat
pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis. Mereka biasanya
mendekatkan tempat ushanya dengan tempat berkumpulan konsumen (the center of
consumers).
d) Hubungan
antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat, misalnya kita bisa
melihat para pembeli di warung kopi yang mengobrol dengan intim sekali dengan
pemilikinya.
2.
Kelemahan
Bisnis Ritel
selain berbagai
keuntungan sebagaiman disebutkan diatas, bisnis ritel memiliki kelemahan,
antara lain:
a) Kurangnya
keahlian
b) Administrasi
dalam pembukuan kurang diperhatikan sehingga uang yang ada tidak terlacak.
c) Pedagang
kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik sehingga keberadaannya tidak
diketahui oleh konsumen.
3.
Faktor
yang Mendorong Majunya Bisnis Eceran
Ada tiga faktor yang
bisa mendorong toko-toko eceran untuk bisa lebih maju, antara lain:
1. Lokasi
Toko
Lokasi toko yang
strategis merupakan faktor pendorong yang menjanjikan. Jika manajemen toko
mampu memanfaatkan hal itu dengan baik, usaha toko akan mengalami kemajuan yang
berarti.
2. Harga
yang Tepat
Bisnis ritel biasanya
menjual produk-produk yang standar untuk kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,
masyarakat bisa mengontrol harga dengan baik. Jika toko menetapkan harga
tinggi, konsumen akan pindah ke toko yang lainnya.
3. Tata
Ruang Toko
Untuk menyeimbangkan
tata ruang toko yang bagus, toko harus menyeimbangkan beberapa tujuan yang
seringkali menjadi konflik. Tata ruang toko harus memungkinkan pelanggan untuk
memutari toko dan membeli lebih banyak barang daripada yang direncanakan.
a. Jenis-jenis
desain
Jenis desain bukanlah
maksud daripada ekstetika, akan tetapi untuk memudahkan para pelanggan untuk
mencari produk yang mereka beli. Jenis desain antara lain:
-
Bentuk Lintasan Balap
Bentuk ini memudahkan
pelanggan mengunjungi berbagai departemen. Tata letak arena lomba juga dikenal
sebagai loop, merupakan jenis desain
toko yang memberika lorong untuk memudahkan jalannya pelanggan, dengan akses ke
pintu masuk toko.
-
Bentuk Bebas
Juga dikenal sebagai
tata ruang butik, yaitu menyusun perlengkapan tetap dan lorong secara simetris.
Ini biasanya digunakan pada toko kecil atau pada departemen di toko besar.
b. Area-area
Khusus
Selain area dimana
sebagian besar barang-barang dipamerkan dan disimpan, ada juga toko yang
menyiapkan area-area khusus yaitu area didalam toko yang bertujuan untuk
mendapatkan perhatian dari pelanggan. Area-area ini meliputi:
-
Etalase Ujung
Etalase yang terletak
di ujung lorong yang dirancang untuk menarik perhatian konsumen.
-
Lorong Promosi
Lorang yang digunakan
untuk memamerkan barang-barang yang sudah dipromosikan.
-
Perlengkapan Tetap yang berdiri bebas
dengan patung model
Biasanya diletakkan di
lorong dan didesain untuk mendapatkan perhatian pelanggan dan membawanya ke
departemen atau bagian yang memajang barang dagangan tersebut.
-
Jendela
Jendela bisa menjadi
komponen penting dari tata ruang toko. apabila digunakan dengan tepat, etalase
jendela bisa membantu menarik pelanggan untuk masuk kedalam toko.
-
Area Utama Penjualan
Tempat didalam toko
dimana para konsumen bisa membeli barang-barang. Ara ini bisa menjadi bagian
yang paling penting dari toko, karena pelanggan biasa menunggu sampai transaksi
selesai.
-
Dinding
Karan seringkali
ruangan ritel langka dan mahal, beberapa ritel telah berhasil meningkatkan
kemampuannya untuk menyimpan stok tambahan, memamerkan barang-barang, dan
memberikan kesan kreatif dengan memanfaatkan ruangan dinding.
c. Perencanaan
Ruangan
Alokasi ruangan untuk
setiap departemen dan kategori barang dagangan merupakan perencanaan toko yang
sangat penting, bahkan merupakan hal yang sangat kompleks dan sulit untuk
diputuskan.
d. Teknik-teknik
Penyajian Barang
Terdapat beberapa
metode bagi ritel untuk menyajikan barang bagi pelanggan. Untuk memutuskan apa
yeng terbaik untuk situasi khusus, para perencana toko harus memerhatikan empat
masalah yaitu; barang harus dipamerkan sedemikian rupa sesuai dengan kesan
toko, para perencana harus memperhatikan sifat produk, kemasan seringkali
menentukan bagaimana produk dipamerkan, dan kemungkina keuntungan produk
mempengaruhi keputusan untuk memamerkan barang.
-
Penyajian barang yang berorientasi pada ide
Metaode yang menyajikan
barang-barang berdasarkan pad aide khusus atau kesan toko.
-
Penyajian Gaya atau jenis barang
Teknik pengaturan stok
yang paling umum digunakan oleh ritel penyajian berdasarkan gaya atau jenis
barang. Toko diskon, makanan, peralatan, dan obat menggunakan metode ini untuk
hampir setiap kategori barang.
-
Penyajian warna
Teknik penyajian yang
berani adalah dengan warna, contohnya di musim dingin toko wanita bisa
memamerkan semua pakaian dengan warna putih untuk memebri tahu pelanggan bahwa
toko itu adalah tempat untuk membeli baju musim dingin.
-
Penentuan Lini harga
Strategi penentuan lini
harga ini membantu para pelanggan mencari barang dengan mudah pada harga yang
ingin mereka bayar.
-
Pengaturan barang secara vertical
Barang yang disajikan
secara vertical dengan menggunakan dinding dan gondola yang tinggi. Banyak
pelanggan yang memilik perilaku belanja sama seperti saat mereka membaca
Koran-dari kiri ke kanan.
-
Pengaturan barang tonase
Teknik pengaturan
barang tonase (tonnage merchandise) adalah
teknik memamerkan barang dimana banyak barang dipamerkan bersama dan dalam
kuantitas yang besar.
-
Penyajian dibagian depan
Metode memamerkan
barang dimana ritel menunjukan bagian depan produk agar bisa menarik para
pelanggan.
-
Perlengkapan tetap
-
Tujuannya adalah efisiensi dan sekaligus
membantu dalam menandai area penjualan dan membangun area lalu lintas pelanggan
dalam beberbelanja.
e. Penciptaan
Suasana
Penciptaan suasana (atmospherics) berarti desain lingkungan
untuk merancang respons emosional dan persepsi pelanggan dan untuk memegaruhi
pelanggan dalam membeli barang. Penciptaan suasana dapat dilakukan antara lain:
-
Komunikasi Visual
Terdiri dari atas
grafik, papan tanda, efek panggung, baik di toko dan di jendela toko membantu
meningkatkan penjualan dengan memberikan informasi tentang produk dan
menyarankan pembeli barang.
-
Pencahayaan
Pencahayaan toko bukan
merupakan hal yang sederhana, pencahayaan digunakan untuk memberikan sorotan pada
barang dagangan. Pencahayaan toko yang
baik akan mempengaruhi keinginan pelanggan untuk berbelanja.
-
Warna
Penggunaan warna yang
kreatif bisa meningkatkan kesan ritel dan membantu menciptakan suasana hati.
-
Musik
Banyak keputusan
membeli didasarkan pada emosi, dan baud an music memiliki dampak yang besar
bagi emosi konsumen.
2.3 Teori Kepribadian
Poin ini meninjau
kembali secara singkat tiga teori kepribadian yang utama : (a) teori Freud, (b)
teori neo-Freud, dan (3) teori sifat.
a. Teori
Freud
Teori psikoanalistis
mengenai kepribadian dari Sigmund Freud merupakan dasar dari psikologi modern.
Teori ini didasarkan atas dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari, terutama dorongan
seksual dan dorongan biologis lainnya, merupakan inti dari motivasi dan
kepribadian manusia.
-
Id, Superego, dan Ego
Didasarkan kepada
analisisnya, freud mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga
sistem yang saling mempengaruhi: id, superego, dan ego. Konsep id dirumuskan sebagai “gudang” dari
berbagai dorongan primitif dan impulsif- kebutuhan fisiologis dasar seperti
rasa haus, rasa lapar, dan seks- yang diusahakan individu untuk dipenuhi segera
terlepas dari apa cara-cara khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Berlawanan dengan id,
konsep superego dirumuskan sebagai
pernyataan diri individu mengenai moral dank ode etika yang berlaku dalam
masyarakat. peran superego adalah menjaga agar individu tersebut memuaskan
kebutuhan dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Jadi, super ego
adalah merupakan semacam “rem” yang mengendalikan atau mencegah berbagai
kekuatan id yang impulsive. Akhirnya, ego
merupakan pengendalian individu secara sadar. Fungsinya sebagai pemantau
dalam diri yang berusaha menyeimbangkan tuntutan id yang bersifat impulsif dan
kendala sosiobudaya atas superego.
-
Teori Freud dan “kepribadian produk”
Dorongan pada manusia
sebagian besar tidak disadari dan bahwa para konsumen terutama tidak menyadari
alasan mereka yang sebenarnya mengapa membeli barang atau jasa yang mereka
beli. Dengan kata lain apa yang dibeli konsumen dan kepemilikan barang konsumen
sebagai cerminan dari kepribadian individu yang bersangkutan.
Jadi dalam bisnis
retail hendaknya selalu menjual barang-barang yang diinginkan dalam pikiran
konsumen. Serta melakukan pelayanan yang memuaskan dengan tempat (toko) yang
memadai.
b. Teori
kepribadian neo-Freud
Beberapa rekan Freud
tidak sepakat dengan pendapatnya bahwa kepribadian terutama bersifat naluriah
dan seksual. Sebaliknya penganut neo-Freud ini percaya bahwa hubungan sosial
menjadi dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian.
-
Individu
yang patuh adalah mereka yang ingin mendekati orang
lain (mereka ingin disayangi, dibutuhkan, dan dihargai)
-
Individu
yang agresif adalah mereka yang ingin menjauhi orang
lain (mereka ingin mengungguli dan dikagumi)
-
Individu
yang ingin lepas adalah mereka yang ingin lepas dari
orang lain yang dulu berhubungan dengannya (mereka menginginkan kebebasan,
kepercayaan diri, mencukupi kebutuhan sendiri, da bebas dari kewajiban)
c. Teori
Sifat
Teori sifat merupakan
awal penting berpisahnya pengukuran kualitatif yang menjadi cirri khas gerakan
pengikut Freud dan neo-Freud. Orientasi teori sifat terutama bersifat
kuantitatif atau empiris; teori ini memfokuskan pada pengukuran kepribadian
menurut karakteristik psikologis yang khusus, yang disebut sifat. Sifat didefinisikan sebagai “cara yang
khas dan relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang individu dengan
individu lainnya.
Tes
sifat kepribadian tunggal yang dipilih (yang hanya mengukur satu sifat,
seperti rasa percaya diri) sering disusun terutama untuk dipakai dalam studi
perilaku konsumen. Tes kepribadian yang sangat sesuai dengan kebutuhan tertentu
ini mengukur berbagai sifat seperti keinovatifan
konsumen (seberapa besar kemauan seseorang menerima berbagai pengalaman
baru), materialism konsumen (tingkat
kecenderungan konsumen pada “kepemilikan duniawi”), dan etnosentrisme konsumen (kemungkinan konsumen untuk menerima dan
menolak produk buatan luar negeri).
2.4 Pembelajaran Konsumen
Pembelajaran
adalah aktivitas manusia yang dilakukan sepanjang hidupnya, bahkan pada saat
manusia berada dalam kandungan. (lefton 1982 dalam sopiah 2008) mendefinisikan
pembelajaran terjadi sebagai akibat dari pengalaman.
2.5 Pendekatan Pembelajaran
Konsumen
a. Teori pembelajaran perilaku
Teori ini mengasumsikan bahwa pembelajaran
terjadi respons seseorang terhadap kejadian-kejadian diluar dirinya. Jadi,
teori itu tidak memperhatikan proses dalam pikiran manusia, tetapi dalam
perilaku yang bisa diamati.
Pandangan tersebut menghasilkan 2 aliran,
yaitu:
-
Classical conditioning
Aliran ini mengacu pada
pembelajaran dimana stimulus yang mengakibatkan respons tertentu dipasangkan
dengan stimulus lain yang pada mulanya tidak menghasilkan respon bila berdiri
sendiri. Kemudian ditambah dengan stimulus yang kedua yang membantu memberi penekanan
akan kesan atas stimulus pertama sebelumnya.
Contohnya toko yang
memiliki penjelasan akan produknya yang sedang promo atau diskon secara visual
dan dapat diperhatikan konsumen secara leluasa ditoko.
-
Instrumental conditioning
Aliran ini mengutamakan
kepuasan dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk. Stimulus yang menghasilkan
respon positif yang paling memuaskan yang akan disimpan dalam memori konsumen.
b. Teori Pembelajaran Kognitif
Pendekatan teori ini menwkankan kegiatan
mental dalam pembelajaran yakni bagaimana informasi yang diterima seseorang
diproses dan disimpan dalam memorinya dalam waktu yang lama. Pembelajaran
terjadi atas empat unsure, yaitu:
-
Motivasi
Motivasi berakar dari
kebutuhan dan tujuan. Jadi, motivasilah yang menggerakkan subjek ajar untuk
mengajar.
-
Cues (isyarat/pedoman)
Adalah stimulus yang
mengarahkan motif. Misalnya, iklan tentang rokok dengan kadar nikotin rendah
akan berguna sebagai cues bagi mereka
yang gemar merokok, tetapi mengkhawatirkan bahaya nikotin.
-
Respon
Adalah bagaimana
seseorang berperilaku sebagai reaksi dari dorongan atau cues. Respon tidak terikat pada keutuhan. Kebutuhan atau motif akan
menimbulkan bermacam-macam respon.
-
Reinforcement
Meningkatkan
kemungkinan akan munculnya respon spesifik dimasa yang akan datang sebagai
hasil stimulus tertentu sebelumnya.
d. Teori
pembelajaran menghafal ikon
teori
ini mengatakan bahwa pembelajaran bisa terjadi tanpa kondisi yang ditawarkan,
melainkan penekanan pesan yang dilakukan pemasar atau pengiklan dalam produk
yang ditawarkan, sehingga membentuk brand awareness bagi konsumen kelak jika
dia membutuhkan atau ingin membeli produk untuk dirinya dan orang lain.
e. Teori
Pembelajaran Vicarious
Seseorang belajar tanpa
harus menerima ganjaran atau hukuman, seperti diyakini oleh pengikut instrumental conditioning. Jika
seseorang melihat atau mendengar dan mengetahui bahwa orang lain mengalami
kepuasan saat menggunakan produk, seolah-olah dia juga mengalaminya, dan
meyakini penggunaan produk yang sama akan memberikan kepuasan.
2.6 Loyalitas
Pada Merk
(Kindra
dkk 1994, dalam Sopiah 2008) mengemukakan bahwa ada hubungan yang erat antara
pembelajaran dan loyalitas pada merk. Hal itu dikarenakan karena merk melibatkan pertimbangan kognitif an
evaluative yang juga salah satu fungsi pengambilan keputusan pembelian.
Menemukan beberapa hal sebagai hasil
penelitian bahwa pergeseran merk muncul karena:
a. Persepsi
negatif terhadap kualtitas produk
b. Harga
c. Ketidakpuasan
atas kinerja produk secara keseluruhan
d. Layanan
dan kenyamanan yang tidak memadai ditempat panjualan produk
e. Hambatan
fisik maupun psikologis untuk mendapatkan produk
f. Memang
ada maksud untuk berhenti memakai merk yang biasa dipakai untuk beralih ke merk
lainnya.
2.7 Cognitive Dissonance
Bisa
terjadi apabila informasi atau stimulus yang diterima konsumen berbeda dengan
apa yang sudah disimpan dalam memorinya sehingga tidak terjadi asosiasi
positif.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku
konsumen terkesan tidak bisa menjadi suatu kejadian yang tetap dan terus
menerus. Akan tetapi hal itu akan terus berubah akibat dari penawaran menarik
yang diberikan produsen, bahkan dari minat dan keinginan dari konsumen yang
bersangkutan.
Perilaku
kosumen saat melakukan pembelian produk ada dua tahapan yaitu, perilaku sebelum
pembelian dan perilaku pembelian
Ada tiga
faktor yang mempengaruhi toko ritel untuk bisa lebih maju, antara lain lokasi
toko yang strategis, harga yang tepat, dan tata ruang toko.
Konsumen
sebagai manusia mempunyai kepribadian dalam mereka menentukan pilihannya. Ada
tiga teori yang menjelaskan akan hal tersebut yaitu, (1) teori Freud, (2) teori
neo-Freud, dan (3) teori Sikap.
DAFTAR
PUSTAKA
Sopiah,dan Syihabudhin. 2008.
Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta:
ANDI
Sciffman, dan Kanuk. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta: Indeks
Utami, Christina W. 2008. Manajemen Ritel. Jakarta: Salemba Empat