Myers (1977) memperkenalkan set peluang investasi (investment
opportunity set) untuk pertama kalinya dalam kaitannya untuk mencapai
tujuan perusahaan. Myers (1977) menguraikan tentang pengertian perusahaan yang
terdiri dari suatu kombinasi antara aset yang dimiliki oleh perusahaan dengan
pilihan investasi masa depan perusahaan. Menurut Myers (1977) Investment
opportunity set memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan
sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang.
Investment Opportunity Set adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang bagi
perusahaan (Hartono, 1999). IOS merupakan suatu keputusan investasi yang
merupakan bentuk kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang.
Menurut Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya
tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang
akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang
diharapkan akan menghasilkan return
yang lebih besar.
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan proksi kombinasi dari pertumbuhan perusahaan
(Smith dan Watts, 1986). Nilai IOS dihitung dengan kombinasi dari berbagi jenis
proksi yang menggambarkan nilai aktiva ditempat dan nilai kesempatan tumbuh
perusahaan dimasa depan (yang digambarkan berupa nilai pasar). IOS merupakan
kombinasi dari nilai aktiva ditempat dan nilai kesempatan dimasa depan.
Kallapur dan Trombley, (1999) menyatakan bahwa
kesempatan investasi perusahan tidak dapat diobservasi untuk pihak-pihak di
luar perusahaan. Gaver dan Gaver (1993) menyatakan Investment Opportunity
Set perusahaan merupakan
sesuatu yang secara melekat tidak dapat diobservasi, dikarenakan Investment Opportunity Set merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu
diperlukan proksi (Hartono, 1999) dalam Norpratiwi (2004).
1) Proksi
berbasis Harga
Harga saham
merupakan proksi terbaik dari kinerja perusahaan karena menggambarkan kinerja
perusahan di masa lalu dan prospek di masa datang. Menurut Woolridge (1983)
dalam Sugiarto (2009) harga saham tidak hanya mencerminkan informasi kinerja
yang berasal dari perusahaan saja tetapi juga informasi dari pasar. Proksi berbasis
harga berdasarkan pada perbedaaan antara
asset dan nilai pasar perusahaan,
oleh karena itu proksi ini sangat tergantung pada harga saham (Hartono, 1999).
Proksi berbasis harga didasari pada suatu ide bahwa perusahaan yang bertumbuh
memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relative dari pada aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). IOS yang berdasarkan
dari harga akan memiliki berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang
dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio yang merupakan proksi harga adalah market to book value of equiy,market to book
value of asset, Tobin’s Q, price to
earning ratio, ratio of property, plant and equipment to firm value, ratio of
depreciation to firm value dan market
value of equity plus book value of debt.
Price to Earning ratio
didasari oleh pemikiran bahwa nilai ekuitas merupakan jumlah nilai laba
yang dihasilkan dari pengelolaan asset
ditambah dengan nilai sekarang netto (NPV) dari pilihan investasi masa datang
sehingga semakin besar price to earning
ratio, semakin kecil nilai ekuitas yang berasal dari laba yang dihasilkan
dari asset in place (Fitrijanti dan Jogiyanto,
2002). Pemikiran yang mendasari hal ini bahwa laba merupakan proksi aliran kas
yang selamanya berasal dari asset in
place dan proksi ini akan bermakna jika bagi perusahaan yang laba.
Perusahaan dikatakan bertumbuh jika price
to earning ratio perusahaan naik. Perusahaan
yang bertumbuh memiliki kemampuan yang lebih untuk menghasilkan keuntungan sehingga
dapat menarik investas. Price to earning
ratio merupakan harga perbandingan antara harga pasar saham dengan laba per
lembar saham dari saham bersangkutan.
Market to book value of
asset ratio didasari
bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham, pasar
menilai perusahaan bertumbuh lebih besar dari nilai bukunya (Kallapur &
Trombley, 1999). Rasio ini diharapkan dapat mencerminkan peluang
investasi yang dimiliki perusahaan melalui aset yang dimiliki perusahaan dimana
prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham yang mengalami
perubahan dikarenakan penilaian investor terhadap nilai dari aktiva perusahaan.
Market to book value of equity ratio merupakan proksi IOS berbasis harga. Market to book value of equity ratio
mencerminkan seberapa besar pasar menilai perusahaan dapat memanfaatkan
modalnya dalam menjalankan usaha untuk memenuhi tujuan perusahaan. Semakin
besar perusahaan dapat mengelola modalnya dengan baik, maka kesempatan
perusahaan untuk bertumbuh akan semakin tinggi dan dapat menarik investor untuk
memberikan dananya kedalam perusahaan.
2) Proksi
berbasis Investasi
Perusahaan dengan IOS tinggi juga akan mempunyai
tingkat investasi yang sama tinggi, yang dikonversi menjadi asset yang dimiliki
(Kallapur dan Trombley, 1999). IOS berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa
suatu kegiatan investasi yang berkaitan secara positif dengan nilai IOS
perusahaan. Perusahaan yang memiliki IOS tinggi seharusnya memiliki suatu
tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva di tempat atau aktiva
yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Kegiatan
investasi ini diharapkan dapat memberi peluang investasi pada masa berikutnya
yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Proksi berbasis investasi
berbentuk suatu rasio yang membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah
diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang
diproduksi dari aktiva yang telah diinvestasikan. Rasio yang berkaitan dengan
proksi invetasi adalah ratio capital
expenditure tobook value of asset, ratio
capital expenditure to market value of asset, investment to net sales ratio, the ratio of R&D expense to sales,
the ratio of R&D expense to total asset, ratio of capita additions to firm
value, investment intensity, ratio capital addition to asset book value,
investment to earning ratio, log of firm value, ratio of R&D expense to
firm value dan ratio R&D
investment.
3) Proksi
berbasis varian
Proksi berbasis varian didasari oleh suatu pilihan
akan jadi lebih bernilai sebagai variabilitas dari return dengan mendasarkan pada peningkatan asset (Kallapur dan
Trombley, 1999). Menurut Subekti
dan Indra proksi berbasis varian berdasarkan gagasan bahwa suatu opsi akan
menjadi bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh. Ukuran berbasis varian yang telah digunakan dalam
beberapa penelitian diantaranya Variance
of return (Gaver dang Gaver, 1993; Smith dan Watts, 1992; Kallapur dan
Trombley, 1999; Jones dan Sharma,2001), Asset
betas (Skinner,1993; dan Kallapur dan Trombley, 1999) dan the variance of asset deflated sales
(Ho, Lam dan sami, 1999).
Malam Kak... Boleh kah saya mengetahui sumber dari artikel yang kakak buat? thanks
BalasHapusterima kasih atas informasi nya
BalasHapuskalo boleh tau anda mengutip isi dari artikel ini dari buku apa yah ????
buku nya apa gan
BalasHapus