Social Icons

facebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Minggu, 21 September 2014

Manfaat Relationship Marketing

 Menurut Tjiptono (2008:476) adalah bahwa manfaat relationship marketing bagi perusahaan terdiri atas manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung berupa:
  1. Biaya yang lebih rendah (seperti biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya waktu untuk mengenal konsumen, dan lain-lain).
  2. Volume pembelian yang lebih besar, baik menyangkut jumlah dana yang dibelanjakan maupun tipe jasa yang dibeli.
  3. Premium harga atas layanan yang lebih unggul.
  4. Komunikasi gethok tular positif.
Manfaat langsung ini berkontribusi pada marjin yang lebih besar dan pada gilirannya meningkatkan probabilitas perusahaan. Manfaat tidak langsung RM bagi perusahaan adalah retensi karyawan, karena orang biasanya lebih suka bekerja di perusahaan yang pelanggannya loyal dan puas. Iklim organisasi semacam ini sangat kondusif bagi peningkatan kepuasan kerja dan produktivitas karyawan. Apabila pelanggan internal (karyawan) puas dan loyal, maka mereka akan lebih termotivasi untuk memuaskan pelanggan eksternal.


Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa relationship marketing banyak membawa keuntungan bagi perusahaan, terutama untuk keuntungan jangka panjang perusahaan. Karena dengan relationship marketing, perusahaan akan memiliki pelanggan yang loyal, dan hal itu akan membawa keuntungan bagi perusahaan dalam hal profit, peningkatan jumlah pelanggan, dan juga pengembangan produk perusahaan.

Tujuan Relationship Marketing

Relationship marketing merupakan strategi pemasaran yang mengutamakan hubungan dengan pelanggannya. Penerapan strategi pemasaran ini, memiliki tujuan utama yang berurutan. Seperti yang diungkapkan oleh Chan (2003:6), bahwa tujuan relationship marketing ini adalah:
  1. Menemukan Lifetime Value (LTV)
Tujuan ini yaitu menemukan LTV, menurut Chan (2003:89) pengertian customer lifetime value yaitu “Lifetime value pada dasarnya adalah net present value dari profit yang dihasilkan oleh rata-rata pelanggan dalam waktu tertentu. Semakin lama seseorang menjadi pelanggan, maka semakin besar value pelanggan tersebut bagi perusahaan”.
  1. Memperbesar life time value pada masing-masing kelompok
Memperbesar life time value pada tiap-tiap kelompok setelah perusahaan mengetahui customer life time value dari tiap-tiap kelompok (mulai dari pelanggan yang menguntungkan sampai dengan pelanggan yang merugikan) dari para pelanggannya, maka perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan customer life time value tiap-tiap kelompok menjadi lebih besar dari tahun ke tahun.
  1. Menemukan pelanggan baru

Memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan dan memberikan yang terbaik bagi mereka, sehingga menciptakan suasana yang menyenangkan bagi kedua belah pihak. Dengan pelanggan yang loyal, selain akan membeli lebih banyak dan lebih sering, mereka juga dapat bertindak sebagai penasihat bagi keluarga dan teman-temannya untuk menjadi pelanggan perusahaan tersebut.

Tingkatan Relationship Marketing

 Tandjung dalam Adiningrum (2009:23) menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkatan relationship marketing diantaranya adalah:
  1. Relationship marketing tingkat pertama
  • Hubungan berdasarkan financial benefit, artinya pelanggan mau membina hubungan dengan penjual bila diberikan diskon atau harga murah.
  • Orientasi pemasaran adalah pelanggan, artinya penjual mengutamakan kepuasan pelanggan.
  • Tingkat service customization rendah karena harga yang diminta oleh pelanggan sudah cukup murah sehingga penjual tidak dapat memenuhi keinginan-keinginan pelanggan yang spesifik.
  • Perbedaan kompetitif rendah karena persaingan harga terjadi karena faktor harga murah atau pemberian diskon.
  • Elemen bauran pemasaran utama yang digunakan adalah harga.
  1. Relationship marketing tingkat kedua
  • Hubungan berdasarkan financial dan sosial benefit dengan menekankan pada layanan dan komunikasi.
  • Orientasi pemasaran adalah repeat consumer, yaitu pelanggan yang membeli untuk kedua kali atau lebih, baik untuk produk yang sama maupun untuk lini produk yang lain.
  • Tingkat service customization adalah menengah karena pelanggan masih menginginkan adanya diskon meskipun itu bukan faktor utama dalam melakukan penelitian.
  • Perbedaan kompetitif menengah karena pesaing masih memiliki kemungkinan meniru strategi yang dipakai dan pelanggan juga relatif masih bisa dipengaruhi dengan memberikan diskon yang lebih besar.
  • Elemen bauran pemasaran utama, yang digunakan adalah personal communication, artinya penjual mengenal lebih dalam kepribadian pelanggan.
  1. Relationship marketing tingkat ketiga
  • Hubungan berdasarkan financial, social and structural benefit.
  • Orientasi pemasaran dalah client, yaitu pelanggan yang membeli semua kebutuhannya secara teratur dan penjual yang sama.
  • Tingkat service customization medium to high karena pada tingkatan ini penjual dapat memperoleh laba yang cukup sehingga mempu mendesain strategi yang relatif dapat memenuhi keinginan pelanggan.
  • Perbedaan kompetitif cukup tinggi.


Faktor-faktor Relationship Marketing

Dalam menjalankan strategi relationship marketing ini, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, agar strategi ini dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Robinette (2000:125) menjelaskan bahwa untuk membangun dan mengembangkan relationship marketing yang baik dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, maka perusahaan selayaknya memperhatikan faktor-faktor berikut ini, yaitu:
  1. Keuntungan bersama (mutual benefit)
Maksudnya adalah dalam strategi ini pihak perusahaan dan pelanggan harus sama-sama diuntungkan. Pelanggan merasa senang dan puas dengan produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
  1. Komitmen (commitment)
Komitmen adalah sebagai janji yang diungkapkan baik secara eksplisit maupun implisit dari kontinyuitas suatu hubungan mitra, komitmen juga sebagai pengendali bagi semua pertukaran rasional antara perusahaan dengan berbagai pihak.
  1. Kebenaran (authenticity)
Perusahaan harus menanggapi kebutuhan ataupun keluhan dari pelanggan dengan sungguh-sungguh. Dalam menjalin hubungan dengan pelanggan harus berdasarkan kebenaran, kejujuran, sehingga akan mempercepat perkembangan dari hubungan antar perusahaan dengan pelanggan.
  1. Komunikasi (communication)
Kedua belah pihak dalam hal ini perusahaan dan pelanggan harus merasa bahwa mereka dapat saling mengekspresikan keinginan dan merasa bahwa mereka dapat saling mendengar dan saling mengerti. Setiap pelanggan dapat mengkomunikasikan segala kebutuhan maupun ketidakpuasannya kepada pihak perusahaan. Perusahaan pun dapat merespon atau menanggapi dan mengkomunikasikan segala hal yang dapat membantu pelanggan dalam proses pemakaian produk perusahaan.
Dalam melaksanakan strategi relationship marketing disamping memperhatikan keempat faktor tersebut, perusahaan harus juga memperhatikan mengenai kualitas layanan kepada para pelanggan. Kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan haruslah yang terbaik, agar kepuasan konsumen tercapai sehingga tingkat loyalitas pelanggan semakin meningkat terhadap perusahaan.

Strategi Relationship Marketing

Berry dalam Farid (2009:4) menyatakan bahwa ada beberapa bentuk strategi relationship marketing, yaitu:
  1. Strategi utama dalam relationship marketing adalah mendesain pelayanan utama yang berhubungan dengan pelanggan dalam membentuk pemasaran yang mapan. Pelayanan utama, idealnya dibangun dengan menarik pelanggan melalui pertemuan untuk mengetahui kebutuhannya, membangun segmen bisnis dengan mutu yang bersifat jangka panjang dan penyediaan penjualan jasa tambahan dari waktu ke waktu.
  2. Strategi kedua adalah membangun hubungan dengan konsumen melalui identifikasi keperluan dan persyaratan dari individu-individu pelanggan. Sehingga dengan demikian, akan menjadi perangsang bagi individu untuk tetap menggunakan jasa atau produk perusahaan dibandingkan dengan pemasok lain.
  3. Strategi relationship marketing yang lain adalah tambahan service atau pelayanan. Tambahan service merupakan fasilitas ekstra untuk membedakan dengan pesaing. Dengan fasilitas ekstra pelanggan merasa dihargai dan sedikit kemungkinannya meninggalkan perusahaan dibandingkan dengan pesaing.
  4. Hubungan penetapan harga dalam relationship marketing dikembangkan dalam menjaga kesetiaan pelanggan. Pada hakekatnya pelanggan diberi perangsang harga untuk memperkuat hubungan mereka dengan para pemasok. Sehingga kesetiaan pelanggan pada perusahaan dengan strategi dapat dipertahankan.
  5. Pemasaran internal merupakan salah satu strategi relationship marketing yang juga tak kalah pentingnya. Wujud dari pemasaran internal adalah karyawan seperti pelanggan yang harus mendapatkan kepuasan dari organisasinya. Yang lebih penting adalah bagaimana organisasi melayani tenaga kerjanya secara intensif. Di dalam organisasi kualitas layanan ditentukan oleh sebagian besar oleh sikap, keterampilan dan pekerjaan personil dalam menghasilkan jasa. Menawarkan jasa secara konsisten ketika bertemu antara persyaratan-persyaratan mutu dengan pasar sasaran merupakan faktor penting dalam membangun hubungan pelanggan.


Klasifikasi Relationship Marketing

 Menurut Gummesson dalam Foster (2008:116), hubungan relationship marketing dikelompokkan sebagai berikut:
  1. Market relationship (hubungan pasar), yaitu hubungan antara pemasok (supplier), pelanggan (customer), kompetitor (competitor), dan lain-lain yang beroperasi di pasar. Market relationship (hubungan pasar) terdiri dari:
  • Classic market relationship (hubungan klasik pasar) yang meliputi supplier customer dyad, triad of supplier-customer competitor atu meliputi jaringan distribusi fisik.
  • Special market relationship yang merupakan aspek khusus di pasar yang meliputi interaksi dalam service encounter atau pelanggan sebagai anggota dari program loyalitas.
  1. Non-market relationship (hubungan non pasar), yaitu yang tidak langsung mempengaruhi efisiensi hubungan pasar (market relationship). Non market relationship (hubungn non pasar) yang terdiri dari:
  • Mega relationship yang meliputi masalah ekonomi dan masyarakat umumnya. Disini tercakup mega marketing (lobbying, pandangan masyarakat, dan kekuatan politik), mega alliances seperti NAFTA, dan hubungan sosial (social relationship) seperti persahabatan dan kelompok etnik.
  • Nano relationship yang meliputi hubungan antara internal customers dan internal markets (employee market).

Pengertian Relationship Marketing

         Menurut Kotler (1997:11) “relationship marketing adalah praktik membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci; pelanggan, pemasok, penyalur guna mempertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang mereka”. Berry dalam Farid (2009:3) mendefinisikan “relationship marketing sebagai upaya menarik, memelihara, dan keseluruhan pelayanan organisasi dalam menjaga hubungan dengan pelanggan. Penjualan dan pelayanan kepada pelanggan yang ada dipandang sama pentingnya dalam menyukseskan pemasaran jangka panjang”.
Hal ini berarti bahwa penjualan baik akan dapat meningkatkan penjualan dan pelayanan yang baik adalah upaya untuk mempertahankan hubungan. Dengan demikian relationship marketing berfokus pada bagaimana cara mempertahankan pelanggan dan mempertahankan pelayanan kepada konsumen.

Parvatiyar dan Sheth (2002:4) memandang pemasaran relasional sebagai suatu orientasi yang mengembangkan interaksi yang erat dengan pelanggan terpilih, pemasok dan pesaing untuk penciptaan nilai melalui usaha kerjasama. Sedangkan menurut Chan (2003:6) “Relationship Marketing (RM) dapat didefinisikan sebagai: Pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa relationship marketing adalah pengenalan pelanggan dengan membangun hubungan yang lebih dekat dan memuaskan dengan menciptakan komunikasi dua arah untuk memlihara bisnis dan preferensi dalam jangka panjang.

Pengertian Karakter

       Menurut bahasa (etimologis) karakter berasal dari bahasa Latin kharakter, kharassein, dan kharax, istilah dalan bahasa Yunani dari kata charassein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam. Dalam bahasa Inggris character dan dalam bahasa Indonesia lazim digunakan dengan istilah karakter (Majid dalam Gunawan, 2012:1). Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. (Samani & Hariyanto, 2013:41)
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hornby and Parnwell dalam Gunawan (2012:2). Karakter adalah kualitas mental atau moral,               kekuatan moral, nama atau reputasi.
2. Musfiroh dalam Gunawan (2012:2) menyatakan bahwa karakter mengacu kepada serangkaian           sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter     berasal dari bahasa Yunani yang berarti tomark atau menandai dan memfokuskan bagaimana               mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
3. Kertajaya dalam Gunawan (2012:2) mendefinisikan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki     oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan mengakar pada                 kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang         bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.
4. Philips dalam Gunawan (2012:2) menyatakan bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang           menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap dan, perilaku yang ditampilkan.
5. Koesoema dalam Gunawan (2012:2) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian.                 Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang         yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
6. Ghozali dalam Gunawan (2012:2) menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu         spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri           manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.

Definisi Loyalitas Pelanggan

        Tandjung (2004:121), menguraikan definisi loyalitas pelanggan sebagai berikut:
a. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur.
b. Pelanggan yang membeli produk dari lini produk yang lain. Misalnya disamping membeli buku           tulis juga membeli es krim di tempat yang sama.
c. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain
d. Pelanggan yang tidak dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah
Selanjutnya Clancy dan Shulman dalam Tjiptono (2005:102) mengemukakan bahwa:
Loyalitas konsumen merupakan komitmen dan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu produk atau jasa, sedangkan loalitas terdiri atas seberapa tingkatan dan tiap tingkatan terdapat tingkatan komitmen yang berbeda. Semakin tinggi tingkatan loyalitas akan memungkinkan pembelian berkelanjutan terhadap produk.
         Dari definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa loyalitas pelanggan merupakan perilaku dari pelanggan yang melakukan pembelian berulang dari suatu tempat secara teratur dan mereferensikan kepada orang lain serta tidak memilih pesaing lainnya. Dalam hal ini ada tiga karateristik penting dalam mengenali loyalitas pelanggan yaitu pembelian berulang, peningkatan proporsi pembelanjaan dan merekomendasikan kepada orang lain.
         Tujuan utama atau misi dari setiap perusahaan adalah mencapai tingkat loyalitas yang tinggi dari konsumen. Hal ini dikarenakan dengan mendapatkan sikap loyalitas dari konsumen berarti perusahaan dihadapkan kepada keuntungan di tambah lagi apabila penerapannya dalam jangka panjang maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan akan menerima keuntungan jangka panjang pula.

Daftar Rujukan:
Tanjung, J, W. 2004.Marketing manajemen. Malang : Penerbit PT Banyu Media Publishing.
Tjiptono, F. 2005. Strategi Bisnis dan Manajemen. Yogyakarta: Andi offset.

Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

          Atkinson (1982) dalam Sujarwo (2013) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) memiliki tanggung jawab yang tinggi pada tugasnya, b) menetapkan tujuan yang menantang, sulit dan realistik, c) memiliki harapan sukses, d) melakukan usaha yang keras untuk mencapai kesuksesan, e) tidak memikirkan kegagalan, dan f) berusaha memperoleh hasil yang terbaik. McCelland dalam Uno (2009: 47) menandai sifat-sifat dasar orang awam dengan kebutuhan pencapaian yang tinggi, yaitu: “(1) Selera akan keadaan menyebabkan seseorang dapat bertanggungjawab secara pribadi, (2) Kecenderungan menentukan sasaran-sasaran yang pantas (sedang) dan memperhitungkan resikonya, dan (3) Keinginan untuk mendapatkan umpan balik yang jelas atas kinerja”.
         Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah siswa yang selalu berusaha keras untuk dapat mencapai prestasi yang terbaik dengan cara selalu bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Siswa ini juga menyukai tugas yang tingkatannya sedang dan sulit karena akan membuat siswa tersebut tertantang.

Daftar Rujukan:
Sujarwo.2013. Motivasi Berprestasi Sebagai Salah Satu Perhatian Dalam Memilih Strategi Pembelajaran
Uno, H.B. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Teori Motivasi Berprestasi

          Banyak sekali teori-teori kebutuhan dalam ilmu psikologi salah satunya adalah teori kebutuhan berprestasi (Need for Achivement ). Teori ini dikemukakan oleh McClelland seorang ahli pskologi sosial yang mengadakan penelitian tentang motivasi berprestasi. Penelitian ini menyatakan bahwa “achievement in student is a natural desire possessed by them to accomplish something that might not necessarily be connected with work(Khan, 2003:59). Artinya prestasi siswa adalah keinginan alami yang dimiliki oleh mereka untuk mencapai sesuatu yang mungkin tidak selalu dihubungkan dengan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi berasal dari dalam diri siswa atau bersifat intrinsik.
          McClelland dalam Sujarwo (2013) juga  menjelaskan bahwa need for achievement yaitu sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam kompetisi dengan suatu standar keunggulan (standart of excellence). Lebih lanjut McClelland mengemukakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan dan kebutuhan seseorang akan prestasi (Laba, 2010:5). Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi ini tergantung pada seberapa tingginya kekuatan/kemauan orang tersebut untuk sukses dan seberapa tinggi kekhawatiran seseorang mengalami kegagalan.
         Teori motivasi berprestasi juga dikemukakan oleh Atkinson. Atkinson berpendapat bahwa kecenderungan untuk menggunakan aktivitas tertentu berhubungan dengan keyakinan bahwa aktivitas (tingkah laku) tersebut akan menuntun kepada suatu tujuan tertentu (Laba, 2010). Atkinson dalam Schunk (2012:492) menyatakan ada dua aspek yang mendasari motivasi berprestasi yaitu “harapan untuk berhasil dan penghindaran (ketakutan dalam kegagalan). Tindakan berprestasi akan membawa kemungkinan untuk berhasil dan gagal”. Adanya dua kemungkinan itu membuat seseorang berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kegagalan dan dapat mencapai keberhasilan.
Usaha menghindari kegagalan dapat diartikan sebagai upaya mengerjakan tugas seoptimal mungkin, agar tidak gagal dalam memperoleh kesempatan yang akan datang. Demikian juga usaha untuk berhasil dapat menjadi pendorong yang memberikan kepercayaan diri, sehingga mampu melakukan sesuatu dengan sukses, dengan mempertimbangkan kemampuan untuk menghindari kegagalan. Adanya harapan untuk berhasil mendorong seseorang akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakan tugas-tugasnya dengan mempertimbangankan kemampuan yang dimilikinya agar terhindar dari kegagalan.

Daftar Rujukan:
Khan, W. A. 2003. Teaching Motivation. India: Discovery Publishing House.
Laba, I.W. 2010. Pengaruh Metode Resitasi Tugas dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Matematika di SMA                                   Negeri 1 Manggis      
Schunk, D.H., Printrich, P.R., Meece, JL. Tanpa Tahun. Motivasi Dalam Pendidikan Teori, Penelitian, Dan Aplikasi.                                       Terjemah Ellys Tjo. 2012 Jakarta: Indeks
Sujarwo.2013. Motivasi Berprestasi Sebagai Salah Satu Perhatian Dalam Memilih Strategi Pembelajaran,  

Pengertian Motivasi Berprestasi

          Motivasi berasal dari kata bahasa inggris yaitu motivation yang berarti dorongan. “Motivasi adalah kekuatan pendorong yang ada dalam diri seorang individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan” (Masnur dkk, 1987:42). Dimyati dan Mudjiono (2009:80) berpendapat bahwa “motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia”. Menurut Ardhana (1992), motivasi adalah faktor penting dalam mencapai prestasi, baik prestasi akademik maupun dalam bidang lain. Berdasarkan pernyataan para ahli dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang mengadakan perubahan tingkah laku kearah lebih baik dalam mencapai tujuan. Dengan motivasi tersebut seseorang akan berusaha meningkatkan hasil kerja yang ingin dicapai secara terus menerus sampai ia dapat meraih prestasi yang diinginkannya.
          Menurut Winkel (2005:194), motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan yang tidak mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri atau dapat dikatakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa. Sedangkan motivasi intrinsik adalah kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Salah satu motivasi intrinsik pada siswa adalah motivasi berprestasi.
        Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu, salah satunya dorongan tersebut adalah untuk mendapatkan prestasi. Menurut McClelland dalam Laba (2010) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan seseorang untuk berhasil dalam kompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of excellent). Khan (2003:59), mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan untuk mengatasi tantangan. Sedangkan Winkel (2005:175) berpendapat bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai prestasi belajar setinggi mungkin untuk menghargai dirinya. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka menurut peneliti motivasi berprestasi secara operasional didefinisikan sebagai perilaku yang bertujuan untuk mencapai hasil yang terbaik, untuk melakukan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain.
        Menurut Sujarwo (2013), motivasi berprestasi memberikan pengaruh kuat terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Harapan, keinginan dan usaha siswa yang timbul dalam diri siswa berfungsi sebagai energi pendorong bagi siswa untuk belajar dan mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh serta menyelesai-kan tugas-tugas belajarnya dengan baik, sehingga akan diperoleh hasil belajar optimal. Umumnya siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai akademik yang baik, sebaliknya siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki kemampuan akademik yang lebih rendah meskipun sebenarnya motivasi belum dapat menjamin prestasi seseorang, demikian pula prestasi seseorang tidaklah mencerminkan motivasinya (Keefe dan Jenkins, 1993 dalam Zenzen, 2002). Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi hasil belajar walaupun tidak menjamin motivasi berprestasi tinggi akan menjamin prestasi yang didapat-nya juga akan tinggi.


Daftar Pustaka:
Ardhana, I.W. 1992. Atribusi Terhadap Sebab-Sebab Keberhasilan dan Kegagalan serta Kaitannya dengan Motivasi untuk Berprestasi. Jurnal Forum Penelitian IKIP Malang, Tahun 4, No 1 dan 2, halaman 79-98.
Djamarah, B.S.&Zain, A. 2010. Strategi Beajar Mengajar (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati&Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Khan, W. A. 2003. Teaching Motivation. India: Discovery Publishing House.