Social Icons

facebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Jumat, 14 September 2012

IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN PERMASALAHAN ANAK USIA DINI

1.    Menggigit
Permasalahan
Kata orang, anak menggigit karena sedang mengalami pertumbuhan gigi sehingga giginya gatal. Tidak selamanya dernikian. Ada anak suka menggigit karena dia memang gernas rnelihat benda (tindakan ekspresif) atau orang yang dekat denganya atau ingin mendapat perhatian Anda. Umumnya anak berurnur l-3 tahun belum mengerti bila perilaku menggigit itu menyakitkan bagi lawannya. Bila tidak dicegah, lama-kelamaan sikap ini akan berlangsung terus hingga anak berumur 6 tahun dan bisa meniadi salah satu senjata untuk menaklukkan lawan mainnya.
Cara Mengatasi
•    Tentukan batas bila anak suka menggigit anak lain atau apa-apa saja yang bisa dia gigit.
•    Bila anah kecil rnenggigit Anda, jangan hiraukan dia. Anggap saja seolah-olah tidak pernah terjadi.
•    Bila anak mengucapkan kata untuk mengungkapkan kemarahan, tidak dengan menggigit, pujilah dia.
•    Berilah perintah singkat dan jelas. "Kamu tidak boleh menggigit." Untuk anak berumur 2-3 tahun, percobaan pertama menggigit mungkin bisa dihentikan dengan peringatan : “Jangan menggigit.”  Bagi anak yang lebih besar, Anda bisa memberi peringatan: “Kalau kamu menggigit, Ibu akan rnenyuruh temanmu itu pulang.”
•    Pujilah ia bila berhenti menggigit. Ibu senang kalian bisa bermain mobi-mobilan kembali. Kalian anak hebat.”
•    Jika anak masih menggigit, ingatkan time-out akan segera diterapkan.
-    Katakan dengan tegas dan lakukan kontak mata bahwa anda tidak peduli dengan amukannya. “Ayah tidak akan peduli dengan keributan yang kamu lakukan. Ayah mau beli buku saja di pojok sana.”
-    Kalau anak tidak berhenti menggigit, berikan time-out (satu menit untuk setiap tahun usianya), dan katakana: “Karena kamu menggigit, sekarang duduk di kursi ini tiga menit dan jangan pergi kemana-mana.”
-    Jika time-out sudah selesai, jangan menguliahinya. Lebih baik izinkan kembali si anak melakukan aktivitasnya.
-    Setiap kali ia menggigit, berikan time-out, misalnya : Kalu menggigit kakak atau adik, hukumannya tidak boleh bermain selama lima belas menit.
•    Jangan hiraukan bila balita menggigit Anda. Kata “aduh” yang anda keluarkan sangat disenangi anak sehingga cenderung mengulanginya. Amarah juga merupakan tanggapan terhadapnya. Oleh karena itu, jangan memberi reaksi.
•    Jangan sekali-sekali anda balas menggigit. Membalas menggigit akan mengajarkan kepada anak bahwa anda boleh menggigit bila sudah dewasa.

2.    Meludah
Permasalahan
Tindakan meludah bisa menjadi perilaku yang menjijikkan atau kotor. Banyak orang menganggapnya sebagai perilaku yang tidak dapat ditolerir. Namun, mungkin saja si anak sedang mengalami penyakit tertentu sehingga ia harus meludah lebih banyak daripada biasanya. Atau mungkin juga ia sering menyaksikan orang-orang yang berada di dekatnya meludah sembarangan sehingga ia mencontohnya. Oleh sebab itu, anda perlu memberi contoh yang baik danmembuat batasan terhadap perilaku ini.
Cara Mengatasi
•    Beri perintah yang tidak berbelit-belit. Misalnya: ”Jangan meludah.” Bagi anak berusia 2-3 tahun, keinginan meludah dapat dihentikan bila mengingat larangan keras ”Jangan meludah”
•    Pujilah dia saat berhenti meludah.
•    Andai anak masih meludah, Mama akan memberikan time-out.”
•    Jika anak tidak mau berhenti meludah, berikan time-out segera. ”Karena kamu meludah lagi, sekarang duduk di pojok sana sepuluh menit.” Setelah time-out berakhir, jangan menguliahi anak, tetapi sebaiknya berkata, ”Terima kasih, kamu sudah menjalankan time-out.” Setiap kedapatan meludah, perpanjang time-out selama satu menit.
•    Anda juga dapat memberikan konsekuensi sebagai pengganti time-out.
o    Jika ia meludah di luar, suruh anak masuk ke rumah dan beri larangan keluar dari rumah selama lima belas menit.
o    Kalau ia meludahi temannya, antarkan temannya itu pulang ke rumahnya.
o    Kalau meludahi kakak dan adiknya, suruh bermain sendiri di ruang tengah selama satu setengan jam.
o    Jika anak masih meludah lagi, suruh tidur lebih awal daripada biasannya.

3.    Bersikap Kasar
Permasalahan
Bila anak bersikap kasar (mengejek, mengata-ngatai, mengoceh, memerintah, melecehkan, mencemburui), sebaiknya anda tidak menghiraukan kata-kata tersebut dan hanya memberikan pujian pada sikapnya yang sopan.
Setelah itu, jangan lupa membaeri batasan atas kekasarannya yang jahat atau menyakiti anda maupun orang lain. Sikap kasar bisa terjadi karena kenyamanan anak terusik, faktor cemburu, atau ingin mencari perhatian dari orang-orang di sekitarnya, terutama orang terdekat.
Cara Mengatasi
•    Pujilah sikapnya yang baik dan tunjukkan perhatian bila anak mengucapkan kata ”terima kasih” dan ”maaf”
•    Jangan hiraukan permintaannya yang kasar atau memerintah. Terus berbicara dan abaikan kata-katanya bila ia menyela.
•    Tunjukkan sikap teladan dan sopan sejak masih kecil sehingga anak memiliki patokan untuk ditiru.
•    Beri perintah jelas untuk menetapkan batas :
o    ”Jangan keluarhkan tangan dari jendela mobil.”
o    ”Bila Yoshua bersikap kasar pada Adik, jangan segan-segan minta maaf.”
•    Peringatan tidak cukup hanya sekali. Jangan pernah kapok mengulanginya dengan cara yang lebih sopan dan lembut.
•    Cari tau bagaimana sikap anak saat bermain di rumah temannya, di sekolah, atau lingkungan tetangga. Mungkin anda senang karena sikapnya baik atau kecewa dengan perilaku buruknya. Ceritakan bahwa anda mendengar perilaku baiknya di luar rumah dan katakan anda bangga padanya.
•    Bila perilaku kasar bertambah parah, jangan hiraukan. Namun bila hal itu dilakukan terhadap temannya, tentukan batas yang Anda buat dengan memberikan konsekuensi.



DAFTAR PUSTAKA

Gichara, Jenny.(2000). Mengatasi Perilaku Buruk Anak. Jakarta : PT. Kawan Pustaka.
Rimm, S, Dr. (2003). Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah.. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Severe, Sal.Ph.D.(2002). Bagaimana Bersikap pada Anak-anak Agar Anak Bersikap Baik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

1 komentar:

  1. Maaf...saya kurang setuju dengan penanganan yang anda terapkan, karena kurang sesuai dengan perkembangan dan psikologis anak, terutama AUD. Secara psikologis, anak jangan sampai dilarang dengan kata "jangan", "tidak boleh" ataupun larangan keras lainnya karena akan menghambat syaraf-syaraf perkembangan anak, tetapi alangkah lebih baiknya jika anak-anak diarahkan ke hal yang lebih baik, tidak langsung dilarang dengan kata-kata keras dan kasar, apalagi dengan hukuman. InsyaAllah dengan cara yang lebih halus anak akan lebih bisa menerima.

    BalasHapus